Tidak banyak yang berubah dari sosok yang kerap saya sapa Guru ini,Jamil Azzaini namanya. Gaya penyampaian materinya tetap khas dan ngangeni,dan tentu saja semakin matang seiring dengan semakin banyaknya rambutnya yang memutih. Hehehe.... piss yo mas..... Inipun baru saya ketahui ketika saya sharing lebih dekat kemudian. Ya,malam itu saya memang sengaja menyempatkan waktu untuk bertemu dengan sosok yang cukup banyak memberi andil dalam perubahan hidup saya. Meski sebenarnya jadwal saya sendiri cukup padat,karena selama 2 hari full saya harus menjadi MC untuk acara pelatihan perpajakan. Awalnya istri juga ingin ikut untuk bertemu dengan sosok yang akrab dengan sapaan inspirator SuksesMulia ini. Namun karena kondisi,dan pertimbangan jadwal tugasnya,akhirnya saya berangkat sendiri.
Selesai ngeMC,sore itu saya menuju ke Balikpapan. Di perjalanan saya menyiapkan mental sebaik mungkin untuk bertemu dengan inspirator yang selalu tampil sederhana ini. Menyiapkan mental? Ya,saya harus menyiapkan mental saya secara lebih,karena pasti akan banyak hal yang akan saya ‘terima’ secara pribadi. “Nanti kita ngobrol2 mas”, “Saya tunggu”, sms2 singkat ini semakin meyakinkan saya bahwa pasti ada ‘sesuatu’ yang akan beliau sampaikan secara pribadi kepada saya.
Sampai di Balikpapan,saya masih harus bersabar menunggu mas Jamil menyelesaikan tugasnya,menyampaikan materi bagi karyawan BI Balikpapan. Sesuai jadwal,jam 22 malam kami bersama menuju hotel tempat mas Jamil dan tim menginap. Sepanjang perjalanan kami isi dengan obrolan ringan. Namun begitu tiba di hotel,mas Jamil sudah memasang wajah serius. Mulailah berbagai pertanyaan dan pernyataan mengalir dari pribadi yang senantiasa tampil santun ini. Meski senantiasa menggunakan kata2 yang santun,namun tetap saja terasa menusuk. Terlebih ketika ‘menyinggung’ perkembangan karier saya yang cenderung berjalan lamban,jauh dari apa yang sebenarnya bisa saya dapatkan.
2 jam diskusi ternyata waktu yang sangat singkat,setidaknya bagi saya. Namun banyak hal yang saya dapatkan dari Guru Jamil malam itu,terutama tentang bagaimana saya seharusnya menyikapi kehidupan dan jalan hidup yang saya pilih. Jika tidak ingat bahwa besok hari mas Jamil masih harus memberi training,dan saya juga masih harus ngeMC keesokan pagi,tentu saya akan menerima tawarannya untuk istirahat bersama di kamar. Namun jujur saja,saya tidak yakin bahwa nantinya akan bisa beristirahat,saya khawatir diskusi justru malah bisa berlanjut sampai pagi. Nah kalo begitu kejadiannya,kan bisa repot jadinya. Maka dengan berat hati saya memutuskan untuk pamit pulang ke samarinda,meski sebenarnya tak ingin. Namun kami sama2 punya tanggung jawab yang harus diselesaikan keesokan harinya,maka pilihan terbaik itulah yang harus dilakukan.
Maka sayapun pergi meninggalkan hotel,meninggalkan mas Jamil,meninggalkan Balikpapan untuk kembali ke Samarinda. Meski barang bawaan saya tidak bertambah,namun isi kepala saya serasa penuh sesak berisi banyak PR yang harus saya kerjakan di Samarinda. Bukan semata-mata untuk menjalankan amanat dari Guru,tapi lebih sebagai sebuah jalan yang memang seharusnya saya tempuh untuk kehidupan saya yang lebih baik. Dalam hati kecil saya sempatkan berdo’a,semoga kehidupan SuksesMulia akan menjadi milik kami bersama. Saya juga berdo’a agar mas Jamil gak bosen2 ‘menjewer’ saya yang memang unik dan berbeda dibandingkan murid2nya yang lain,sampai saatnya tiba dan dengan bangga mengakui saya sebagai salah satu muridnya.
Terimakasih mas Jamil.
Teteup Semangat !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar