Selamat datang.
Blog ini saya buat sebagai bentuk keyakinan saya bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi manfa'at bagi orang lain, bisa jadi melalui berbagai pengalaman pribadi yang semoga bisa menjadi pelajaran bagi orang lain. Perbedaan sudut pandang seharusnya membuat kita menjadi semakin kaya dan semakin dewasa dalam menentukan sikap terhadap sebuah pilihan.
Terimalah blog yang sederhana ini dengan keterbukaan pikiran agar menjadi manfa'at jika itu baik, dan jika tidak baik maka abaikanlah.

Teteup Semangat !!!

Senin, 07 November 2011

Nostalgia Bis antar kota

Mumpung ada waktu, kali ini saya ingin menepati janji saya untuk bercerita tentang pengalaman saya bekerja sebagai kernet bis. Kernet?! ya kernet alias kondektur bis! Hehehehe.... anda tidak perlu terkejut. Selain berbagai jabatan formal saya yang biasa tertulis di CV, saya juga sebenarnya memiliki riwayat pekerjaan yang 'tidak biasa' dan memang tidak tertulis di CV. Salah satunya adalah sebagai kondektur bis antar kota, yaitu Samarinda Bontang yang berjarak 122 Km. Serius?! ya, saya serius. Pekerjaan itu saya jalani untuk mengisi waktu libur sekolah saya, dan saya serius menjalankannya.


Awalnya saya hanya penasaran dengan kehidupan seorang kenalan yang bekerja sebagai kernet bis yang sering saya gunakan untuk pulang ke rumah orang tua saya di Bontang, maupun saat kembali ke Samarinda untuk bersekolah. Maka ketika waktu libur tiba, dan bertepatan dengan menjelang lebaran, saya meminta ijinnya untuk ikut serta bekerja dan membantunya sebagai kernet. Meski nampak terkejut dan tidak percaya, ia memberikan kesempatan pada saya untuk ikut bekerja bersamanya, setelah mendapatkan ijin dari supir bis.

Sebelum mulai bertugas, saya mendapat penjelasan singkat tentang apa2 saja yang menjadi tugas saya. Tugas utama saya adalah mengatur penumpang dan barang, memeriksa karcis dan menarik ongkos penumpang, serta membersihkan bis saat usai melakukan perjalanan.
Dan pagi itu saya berangkat dengan penuh semangat dari kamar kost menuju terminal tempat bis mangkal, lalu kesibukan dimulai. Karena memang sudah masuk bulan puasa dan mendekati lebaran, maka volume penumpang melebihi hari2 biasa. Saya kerepotan harus mengatur penumpang yang berebut ingin naik lebih dulu agar bisa memilih tempat duduk yang diinginkan (karcis tidak ada nomor tempat duduk), serta mengatur barang bawaan penumpang yang cenderung lebih banyak dari hari biasa. Sebentar saja, keringat sudah membasahi pakaian saya yang tak lagi rapi. Aroma pengharum badan yang sebelumnya tercium langsung memudar, berganti bau keringat sendiri dan penumpang lain.

Banyaknya penumpang dan barang bawaannya membuat bis dengan kapasitas 40 tempat duduk menjadi sesak. Apalagi ditambah dengan para penumpang yang rela mengisi tempat kosong di tengah, meski duduk di sebuah kursi plastik. Belum lagi para penumpang jarak pendek yang menumpang untuk tujuan di daerah2 sebelum kota tujuan utama, lengkaplah sudah. Satu2nya tempat terbaik bagi saya adalah bergantung di pintu bis. Jangan tanya masalah keamanannya, apalagi untuk rute jalan Samarinda Bontang. Jalanan yang kecil, menaik, menurun, dan kanan kiri masih banyak pepohonan besar dan kecil. Maka tidak heran jika beberapa kali badan saya kesamber ranting2 pohon di pinggir jalan, bahkan sempat ada yang memar.

Perjuangan selanjutnya dimulai, saya harus memeriksa karcis dan menarik ongkos para penumpang. Sambil berusaha menjaga keseimbangan tubuh karena laju bis, saya juga harus menerobos desakan penumpang agar bisa memeriksa karcis mereka satu persatu dan menarik ongkos mereka yang tidak membeli karcis. Hal ini berlangsung sepanjang jalan, selama 3 jam perjalanan, mulai pagi hingga malam, sebanyak 5 X pemberangkatan. Bahkan jika penumpang bener2 membludak, bis baru masuk ke pangkalan pada tengah malam.
Meski sudah kembali ke pangkalan di terminal, tugas belum selesai. Saya masih harus membersihkan dan mencuci bis, agar besok bisa berangkat pagi seperti biasa, dan agar bisa nyaman buat ditiduri. Ditiduri?! Ya, saya memang lebih sering tidur di bis di terminal daripada kembali ke kamar kost. Selain menghemat uang, juga bisa menghemat waktu untuk istirahat.

Sebenarnya saya tidak lama bekerja sebagai kernet bis, hanya saat liburan sekolah saja. Namun hal itu cukup untuk memberi pelajaran pada saya tentang betapa pentingnya memiliki keterampilan dalam hidup, agar kita memiliki pilihan akan hidup yang lebih baik. Dalam perjalanan, kadang saya bertemu dengan orang2 yang cukup perhatian. Apalagi ketika mereka tahu bahwa saya mengisi waktu liburan dengan bekerja, mereka selalu memberikan nasehat bagi saya. Namun kebanyakan orang memang memandang sebelah mata pekerjaan ini.
Pada suatu ketika, seorang penumpang yang mabuk tidak menggunakan kantong plastik yang telah disediakan sebagai wadahnya muntah. Karena kondisinya yang sangat mabuk, ia akhirnya menumpahkan semua kotoran ke lantai bis. Saat itu, supir bis saya sangat marah. Saya berusaha menenangkannya sambil berjanji bahwa saya akan membersihkannya. Tahukah anda, bau muntahan tersebut tidak bisa hilang hanya dengan dicuci, meski berulangkali. Saya harus mencuci sedikitnya 2 kali dengan menggunakan sabun, sebelum akhirnya menyiramnya dengan minyak tanah, menutupnya dengan tanah, lantas mencucinya kembali dengan menggunakan sabun detergent.


Pekerjaan ini membawa saya pada sebuah dunia baru yang sangat berbeda. Kehidupan keras terminal yang sarat judi, minuman keras, dan berbagai kekerasan lain menjadi pelajaran yang sangat berarti. Saya jadi mengerti kenapa banyak diantara mereka yang tidak berhasil menapak ke kehidupan yang lebih baik. Semua adalah karena jebakan lingkungan negatif yang menjerat mereka. Saya beruntung karena supir yang saya ikuti adalah seorang yang disegani dan baik. Sejak awal ia memperkenalkan saya pada mereka dan meminta agar mereka tidak mengganggu saya. Alhamdulillah.....

Selain berbagai pelajaran hidup yang saya dapatkan selama jadi kernet bis, saya juga mendapatkan keuntungan lainnya. Salah satunya adalah kemudahan akses kendaraan untuk pulang pergi Samarinda Bontang secara gratis. Lumayan, setidaknya bisa mengurangi biaya mudik dan menambah uang jajan saat itu.
Sekarang, setiap kali melihat bis antar kota tersebut, saya selalu ingat untuk bersyukur. Saya tidak perlu untuk bergantungan di pintu bis yang penuh sesak, belum lagi harus mencuci bis yang kadang dimuntahin penumpang. Saya bersyukur untuk pekerjaan saya yang juga hobby saya, berbicara dan sharing materi. Saya bersyukur pernah belajar dari guru kehidupan yang tidak setiap orang menemukan dan mengalaminya.

Jika kita bersedia belajar, setiap orang bisa menjadi guru yang baik bagi kita.

studio 107'9

Teteup Semangat !!!
Ryan 'Master Insight'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar