Perlahan, kukendarai sepeda motorku menuju sebuah jalan di depan gedung utama kantor PT. Badak NGL Bontang. Pandanganku beredar di sepanjang jalan utama perusahaan penghasil gas alam terbesar, yang menghasilkan begitu banyak devisa bagi negaraku tercinta. Tiba2 mataku tertuju pada sosok yang tengah berdiri di marka jalan, ditengah terik matahari garang. Tidak salah lagi, dia bapakku. Hatiku menjerit menyaksikan kenyataan yang ada di depan mataku. Perlahan kusapa dirinya, kucium tangannya yang bercampur dengan aroma cat. Mataku tiba2 berkaca, seperti mata istriku yang tiba2 basah oleh air mata. Dadaku sesak, oleh sebuah penyesalan yang tak terkira. Segera aku pamit bersama istriku, meninggalkannya kembali dalam kesibukan kerjanya, mengecat marka jalan di tengah panas terik tak tertahankan.
Aku tak ingat lagi kapan itu terjadi. Tapi, peristiwa itu tak pernah bisa hilang dari ingatanku. Sejak pertemuan itu, aku bertekad untuk "memaksa" bapakku berhenti bekerja. Bukan karena malu, bukan. Aku justru bangga dengan bapakku, yang telah bekerja begitu keras untuk masa depanku. Yang punya mimpi agar anak2nya lebih baik dan lebih sukses dari dirinya yang hanya sampai bangku SLTP dan tanpa ijasah. yang rela berangkat kerja naik sepeda mini agar aku dan adikku bisa terus sekolah, yang rela pulang lebih lama demi tambahan 5rb ato 10rb dari mereka yang nitip untuk dicucikan pakaiannya. Yang rela begadang semalam suntuk di depan kayon dan gamelan untuk sekedar membelikan aku ato adikku sepatu sekolah baru. Bapakku adalah lelaki terhebat, yang banyak mengajarkan padaku tentang hidup dan kehidupan ini.
Mama'ku juga tak kalah hebat.
Dia bukan wanita biasa, yang hanya bisa mengeluh dan berpangku tangan. Pagi setelah shalat subuh, dia sudah bangun dan mulai sibuk. Menyiapkan berbagai jajanan buat dijual, agar tercukupi kebutuhan kami semua. Mihun, singkong, pisang goreng, ote2, dan segala macam gorengan dia jual, supaya kami tetap bisa bersekolah, menjadi pintar, dan pantas mereka banggakan. Semua berjalan cukup lama, sampai aku dan adikku berhasil lepas sekolah. Meski aku harus memohon ma'af. karena tak bisa mewujudkan keinginan mereka, untuk menjadi seorang sarjana.
Meski aku belum cukup berhasil seperti adikku, namun hati kecilku berontak melihat apa yang dikerjakan bapakku saat itu. Sebelumnya bapak bekerja sebagai tenaga kontrak yang menangani loundry atopun katering para karyawan PT. Badak dan kontraktornya, namun akhirnya pekerjaan bapak semakin gak jelas. Mulai dari tukang kursi, memperbaiki atap, dan bahkan mengecat trotoar dan marka jalan. Meski belum mampu memberikan apapun, aku tetap tidak rela melihat bapakku bekerja begitu keras. Apalagi kami berdua sudah menikah, dan hidup sendiri2 sehingga tidak ada alasan lagi bagi bapak untuk bekerja keras lagi. Bersama adikku yang bekerja disebuah perusahaan tambang ternama, kami minta bapak untuk berhenti bekerja. Dan supaya tetap ada kesibukan kami menawarkan untuk mulai membuka usaha.
" Mo buka usaha apa le? wong bapak ni gak ada bakat dagang, gak ada keturunan "
" modalnya darimana to le? "
" Apa ada yang mo beli, wong jualan kog di rumah "
Pertanyaan itulah yang selalu muncul setiap kali.
Karena paksaan dari kami, bapak akhirnya berhenti bekerja kemudian membuka kounter penjualan pulsa di rumah. Secara kontinyu, saya menyempatkan untuk sharing dengan bapak, termasuk juga meminjaminya buku2 yang saya baca, yang sebagian besar adalah buku motivasi dan entrepreneurship. Pertanyaan2 yang sedari awal sempat muncul, perlahan namun pasti terjawab juga. Omzet penjualan pulsa di Ryan Cell (begitu bapak memberi nama) akhirnya mulai menunjukkan peningkatan, dan terus meningkat. Saat ini, dalam seminggu bapak harus belanja pulsa setidaknya 5jt. Masih termasuk sdikit memang, tapi itu adalah prestasi luar biasa bagi kami, dengan kondisi seperti tempat kami.
Perlahan namun pasti, bapak terus melebarkan " bisnisnya " sayapnya. Dikarenakan banyaknya permintaan dari para pembeli pulsa yang sebagian besar juga para tetangga, bapak mulai berjualan minyak tanah. Dari yang semula hanya 1 drum, kini menjadi 4 drum dan selalu habis dalam seminggu. Kamudian merambah juga ke gas, dikarenakan banyak tetangga yang juga menggunakan gas elpiji. Dari awalnya 3 tabung, sempat mencapai 18 tabung, namun akhirnya dijual kembali saat gas elpiji susah didapatkan waktu itu.
Dalam sebuah kesempatan, bapak menyampaikan keinginannya untuk memiliki kios yang menjual batik. Tidak hanya sebagai " bisnis ", bapak ingin melestarikan salah satu budaya yang masih ada. Saya kemudian memintanya membaca "the secret' dan "quantum ikhlas", lalu terjadilah. Salah seorang kenalan menawari bapak sebuah kios di pinggir jalan utama, dengan harga yang miring. Bersama saya, kami akhirnya melahirkan Kos Batik dan Selimut Jepang " Vivi Collection" (diambil dari nama adikku Novi dan istriku Evi). Alhamdulillah, meski berjalan lamban tapi "Vivi Collection" saat ini terus bergerak.
Kesempatan berikutnya muncul lagi.
Tetangga kami yang biasa berjualan sembako, ntah kenapa tidak lagi berjualan. Peluang ini kemudian disampaikan oleh bapak kepadaku, yang kemudian kujawab dengan singkat, action. Dan begitulah... Sekarang bapak dan mama' di rumah tidak lagi hanya berjualan pulsa dan minyak tanah, tapi juga berjualan beras, mie instan, gula, rokok, obat anti nyamuk, tepung, dan banyak lagi yang lainnya. Saat ini, bapak berencana untuk merenovasi ruang tamu untuk menjadi kios yang lebih representatif dan mampu menampung lebih banyak barang dagangan. Semoga, mimpi ini dapat terwujud.
Dan akhirnya...
Ma'afkan saya pak, mak... karena membuat bapak dan mama' jadi tambah sibuk. Padahal harusnya bisa lebih santai menikmati hidup, dalam kebersamaan yang indah. Ma'afkan saya... karena menjerumuskan bapak dan mama' dalam dunia ketidakpastian. Ma'afkan... saya belum mampu memberi yang lebih baik lagi.
ananda,
Ryan Widiyanto.
Teteup Semangat !!!
Aku tak ingat lagi kapan itu terjadi. Tapi, peristiwa itu tak pernah bisa hilang dari ingatanku. Sejak pertemuan itu, aku bertekad untuk "memaksa" bapakku berhenti bekerja. Bukan karena malu, bukan. Aku justru bangga dengan bapakku, yang telah bekerja begitu keras untuk masa depanku. Yang punya mimpi agar anak2nya lebih baik dan lebih sukses dari dirinya yang hanya sampai bangku SLTP dan tanpa ijasah. yang rela berangkat kerja naik sepeda mini agar aku dan adikku bisa terus sekolah, yang rela pulang lebih lama demi tambahan 5rb ato 10rb dari mereka yang nitip untuk dicucikan pakaiannya. Yang rela begadang semalam suntuk di depan kayon dan gamelan untuk sekedar membelikan aku ato adikku sepatu sekolah baru. Bapakku adalah lelaki terhebat, yang banyak mengajarkan padaku tentang hidup dan kehidupan ini.
Mama'ku juga tak kalah hebat.
Dia bukan wanita biasa, yang hanya bisa mengeluh dan berpangku tangan. Pagi setelah shalat subuh, dia sudah bangun dan mulai sibuk. Menyiapkan berbagai jajanan buat dijual, agar tercukupi kebutuhan kami semua. Mihun, singkong, pisang goreng, ote2, dan segala macam gorengan dia jual, supaya kami tetap bisa bersekolah, menjadi pintar, dan pantas mereka banggakan. Semua berjalan cukup lama, sampai aku dan adikku berhasil lepas sekolah. Meski aku harus memohon ma'af. karena tak bisa mewujudkan keinginan mereka, untuk menjadi seorang sarjana.
Meski aku belum cukup berhasil seperti adikku, namun hati kecilku berontak melihat apa yang dikerjakan bapakku saat itu. Sebelumnya bapak bekerja sebagai tenaga kontrak yang menangani loundry atopun katering para karyawan PT. Badak dan kontraktornya, namun akhirnya pekerjaan bapak semakin gak jelas. Mulai dari tukang kursi, memperbaiki atap, dan bahkan mengecat trotoar dan marka jalan. Meski belum mampu memberikan apapun, aku tetap tidak rela melihat bapakku bekerja begitu keras. Apalagi kami berdua sudah menikah, dan hidup sendiri2 sehingga tidak ada alasan lagi bagi bapak untuk bekerja keras lagi. Bersama adikku yang bekerja disebuah perusahaan tambang ternama, kami minta bapak untuk berhenti bekerja. Dan supaya tetap ada kesibukan kami menawarkan untuk mulai membuka usaha.
" Mo buka usaha apa le? wong bapak ni gak ada bakat dagang, gak ada keturunan "
" modalnya darimana to le? "
" Apa ada yang mo beli, wong jualan kog di rumah "
Pertanyaan itulah yang selalu muncul setiap kali.
Karena paksaan dari kami, bapak akhirnya berhenti bekerja kemudian membuka kounter penjualan pulsa di rumah. Secara kontinyu, saya menyempatkan untuk sharing dengan bapak, termasuk juga meminjaminya buku2 yang saya baca, yang sebagian besar adalah buku motivasi dan entrepreneurship. Pertanyaan2 yang sedari awal sempat muncul, perlahan namun pasti terjawab juga. Omzet penjualan pulsa di Ryan Cell (begitu bapak memberi nama) akhirnya mulai menunjukkan peningkatan, dan terus meningkat. Saat ini, dalam seminggu bapak harus belanja pulsa setidaknya 5jt. Masih termasuk sdikit memang, tapi itu adalah prestasi luar biasa bagi kami, dengan kondisi seperti tempat kami.
Perlahan namun pasti, bapak terus melebarkan " bisnisnya " sayapnya. Dikarenakan banyaknya permintaan dari para pembeli pulsa yang sebagian besar juga para tetangga, bapak mulai berjualan minyak tanah. Dari yang semula hanya 1 drum, kini menjadi 4 drum dan selalu habis dalam seminggu. Kamudian merambah juga ke gas, dikarenakan banyak tetangga yang juga menggunakan gas elpiji. Dari awalnya 3 tabung, sempat mencapai 18 tabung, namun akhirnya dijual kembali saat gas elpiji susah didapatkan waktu itu.
Dalam sebuah kesempatan, bapak menyampaikan keinginannya untuk memiliki kios yang menjual batik. Tidak hanya sebagai " bisnis ", bapak ingin melestarikan salah satu budaya yang masih ada. Saya kemudian memintanya membaca "the secret' dan "quantum ikhlas", lalu terjadilah. Salah seorang kenalan menawari bapak sebuah kios di pinggir jalan utama, dengan harga yang miring. Bersama saya, kami akhirnya melahirkan Kos Batik dan Selimut Jepang " Vivi Collection" (diambil dari nama adikku Novi dan istriku Evi). Alhamdulillah, meski berjalan lamban tapi "Vivi Collection" saat ini terus bergerak.
Kesempatan berikutnya muncul lagi.
Tetangga kami yang biasa berjualan sembako, ntah kenapa tidak lagi berjualan. Peluang ini kemudian disampaikan oleh bapak kepadaku, yang kemudian kujawab dengan singkat, action. Dan begitulah... Sekarang bapak dan mama' di rumah tidak lagi hanya berjualan pulsa dan minyak tanah, tapi juga berjualan beras, mie instan, gula, rokok, obat anti nyamuk, tepung, dan banyak lagi yang lainnya. Saat ini, bapak berencana untuk merenovasi ruang tamu untuk menjadi kios yang lebih representatif dan mampu menampung lebih banyak barang dagangan. Semoga, mimpi ini dapat terwujud.
Dan akhirnya...
Ma'afkan saya pak, mak... karena membuat bapak dan mama' jadi tambah sibuk. Padahal harusnya bisa lebih santai menikmati hidup, dalam kebersamaan yang indah. Ma'afkan saya... karena menjerumuskan bapak dan mama' dalam dunia ketidakpastian. Ma'afkan... saya belum mampu memberi yang lebih baik lagi.
ananda,
Ryan Widiyanto.
Teteup Semangat !!!
20 mei 2009
Mas Ryan,
BalasHapussya boleh mnta video kish prjlnan mnusia rie msukx sperma k'sel tlur,smpa mnusi itu d'lhirkan
video yg prnah Mas Ryan prlhatkn d'Pemkot Balikpapan