Peran sebagai 'konsultan kepribadian' secara serius mulai saya tekuni ketika saya memegang program siaran 'sketsa wiramuda', di sebuah radio siaran swasta tempat saya bertugas. Acara ini memberikan kesempatan pada para pendengar untuk menyampaikan uneg2 ato masalah ato hal apa saja yang menganggu dan membebani pikiran mereka, dan terbuka bagi segala usia serta masalah apapun. Sebentar... Saya sepertinya harus meralat kata 'konsultan kepribadian'. Karena sesungguhnya tugas saya di acara tersebut hanyalah sebagai moderator yang mengatur jalannya sharing, bukan sebagai narasumber yang memberikan masukan bagi si empunya masalah. Saya sejak awal sengaja tidak menghadirkan narasumber dalam acara tersebut, karena saya ingin agar sharing itu tidak selalu harus mengandalkan masukan dari 1 narasumber saja. Kenapa? saya percaya setiap orang memiliki sudut pandang berbeda dalam menghadapi sebuah masalah, namun kunci penyelesaian harus kembali pada si empunya masalah itu. Setiap orang bisa menjadi narasumber, berdasarkan pengalaman dan sudut pandang mereka masing2.
Awalnya acara ini tidak berjalan lancar seperti yang saya harapkan, karena sedikit sekali pendengar yang care dan peduli dengan masalah orang lain. Hal ini memaksa saya harus banyak 'melahap' buku2 psikologi dan membaca berbagai ruang konsultasi yang ada di media cetak, kemudian mencari berbagai 'narasumber' off air yang bisa memberi masukan sebelum surat yang berisi masalah dari pendengar saya udarakan. Masalah selesai? tidak. Karena acara ini bersifat interaktif via phone, tidak sedikit masalah pendengar juga disampaikan melalui jalur tersebut. Hal ini memaksa saya harus ikut juga memberikan pandangan dan berbagi pengalaman, sembari tetap menantikan pandangan dan pengalaman dari para pendengar yang lain.
Perlahan namun pasti, acara ini mulai meraih simpati pendengar. Beberapa nama akhirnya secara rutin selalu 'hadir' memberikan masukan dan saran terhadap masalah pendengar, dan secara tidak langsung kami anggap sebagai narasumber. Bahkan beberapa kali juga saya undang untuk siaran bersama di radio. Belakangan saya mengenal dekat mereka sebagai orang yang ternyata ahli dibidangnya, baik itu di bidang agama maupun di bidang kosultasi psikologi. Dua nama yang sangat melekat dalam perjalanan karier sketsa wiramuda adalah bung Johan dan Vina. Mereka adalah sahabat2 terbaik sketsa yang memiliki empati dan simpati yang luar biasa, meski berasal dari latar belakang yang jauh berbeda. Yang satu adalah guru BP yang sarjana Psikologi dan yang satu lagi adalah siswi SMA yang punya wawasan luar biasa. Dari mereka saya belajar, bukan usia ato pendidikan yang menentukan kepedulian kita, tapi hati dan ketulusan untuk berbagi. Meski tidak resmi, saya juga sudah disumpah oleh bung Johan yang psikolog, untuk tidak pernah membocorkan rahasia klien seperti layaknya seorang psikolog.
Sekitar 3 tahun mengawal acara tersebut membuat saya menjadi 'kaya', dan membuat banyak perubahan dalam pribadi saya. Saya jadi lebih banyak tahu tentang hidup dan kehidupan, tentunya dari masalah yang dsampaikan dan sharing dengan para pendengar. Hal ini pula yang banyak membantu perjalanan hidup saya, ketika saya menghadapi sebuah masalah. Meskipun saya yakin, masalah satu pendengar yang 'mungkin' sama dengan pendengar lain, belum tentu akan terselesaikan dengan cara yang sama. Saya yakin, ada sisi 'tersembunyi' yang hanya diketahui oleh si empunya masalah. Saya hanya perlu orang lain untuk 'melihat dengan jujur' masalah saya, namun sayalah yang harus menyelesaikannya. Meski sejak SD saya kerap jadi 'keranjang sampah' teman2 saya, namun sketsa wiramuda seakan menjadi pintu tol bagi saya untuk menjadi 'keranjang sampah' yang lebih besar dan menampung lebih banyak lagi. Dan saya senang menerimanya, karena 'sampah2' itu kerapkali sangat bermanfa'at bagi saya dan mereka yang mengenal saya.
Alangkah indahnya jika setiap orang adalah inspirator, provokator, motivator, mentor, ato apapun istilahnya, dan senantiasa berbagi, meski hanya empati dan kepedulian bagi sesama.
Inilah yang menguatkan langkah saya untuk mengikuti Training For Trainer bersama Jamil Azzaini di Yogyakarta, tanggal 30 & 31 Juli 2009 mendatang. Meskipun untuk itu ada 'pengorbanan' yang harus saya lakukan. Ijin dan do'a restu istri sudah dalam genggaman, Bapak dan Mama' juga sudah mengirimkan keikhlasan dan do'a restu, semua keperluan juga sudah siap, semoga Allah memberikan kemudahan dan senantiasa membimbing kita semua dalam kebaikan. Amin.
Bismillah....
Teteup Semangat !!!
Awalnya acara ini tidak berjalan lancar seperti yang saya harapkan, karena sedikit sekali pendengar yang care dan peduli dengan masalah orang lain. Hal ini memaksa saya harus banyak 'melahap' buku2 psikologi dan membaca berbagai ruang konsultasi yang ada di media cetak, kemudian mencari berbagai 'narasumber' off air yang bisa memberi masukan sebelum surat yang berisi masalah dari pendengar saya udarakan. Masalah selesai? tidak. Karena acara ini bersifat interaktif via phone, tidak sedikit masalah pendengar juga disampaikan melalui jalur tersebut. Hal ini memaksa saya harus ikut juga memberikan pandangan dan berbagi pengalaman, sembari tetap menantikan pandangan dan pengalaman dari para pendengar yang lain.
Perlahan namun pasti, acara ini mulai meraih simpati pendengar. Beberapa nama akhirnya secara rutin selalu 'hadir' memberikan masukan dan saran terhadap masalah pendengar, dan secara tidak langsung kami anggap sebagai narasumber. Bahkan beberapa kali juga saya undang untuk siaran bersama di radio. Belakangan saya mengenal dekat mereka sebagai orang yang ternyata ahli dibidangnya, baik itu di bidang agama maupun di bidang kosultasi psikologi. Dua nama yang sangat melekat dalam perjalanan karier sketsa wiramuda adalah bung Johan dan Vina. Mereka adalah sahabat2 terbaik sketsa yang memiliki empati dan simpati yang luar biasa, meski berasal dari latar belakang yang jauh berbeda. Yang satu adalah guru BP yang sarjana Psikologi dan yang satu lagi adalah siswi SMA yang punya wawasan luar biasa. Dari mereka saya belajar, bukan usia ato pendidikan yang menentukan kepedulian kita, tapi hati dan ketulusan untuk berbagi. Meski tidak resmi, saya juga sudah disumpah oleh bung Johan yang psikolog, untuk tidak pernah membocorkan rahasia klien seperti layaknya seorang psikolog.
Sekitar 3 tahun mengawal acara tersebut membuat saya menjadi 'kaya', dan membuat banyak perubahan dalam pribadi saya. Saya jadi lebih banyak tahu tentang hidup dan kehidupan, tentunya dari masalah yang dsampaikan dan sharing dengan para pendengar. Hal ini pula yang banyak membantu perjalanan hidup saya, ketika saya menghadapi sebuah masalah. Meskipun saya yakin, masalah satu pendengar yang 'mungkin' sama dengan pendengar lain, belum tentu akan terselesaikan dengan cara yang sama. Saya yakin, ada sisi 'tersembunyi' yang hanya diketahui oleh si empunya masalah. Saya hanya perlu orang lain untuk 'melihat dengan jujur' masalah saya, namun sayalah yang harus menyelesaikannya. Meski sejak SD saya kerap jadi 'keranjang sampah' teman2 saya, namun sketsa wiramuda seakan menjadi pintu tol bagi saya untuk menjadi 'keranjang sampah' yang lebih besar dan menampung lebih banyak lagi. Dan saya senang menerimanya, karena 'sampah2' itu kerapkali sangat bermanfa'at bagi saya dan mereka yang mengenal saya.
Alangkah indahnya jika setiap orang adalah inspirator, provokator, motivator, mentor, ato apapun istilahnya, dan senantiasa berbagi, meski hanya empati dan kepedulian bagi sesama.
Inilah yang menguatkan langkah saya untuk mengikuti Training For Trainer bersama Jamil Azzaini di Yogyakarta, tanggal 30 & 31 Juli 2009 mendatang. Meskipun untuk itu ada 'pengorbanan' yang harus saya lakukan. Ijin dan do'a restu istri sudah dalam genggaman, Bapak dan Mama' juga sudah mengirimkan keikhlasan dan do'a restu, semua keperluan juga sudah siap, semoga Allah memberikan kemudahan dan senantiasa membimbing kita semua dalam kebaikan. Amin.
Bismillah....
Teteup Semangat !!!
6 agustus 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar