Hari ini, tepat sebulan yang lalu, sebuah kejadian penting yang barangkali tidak akan pernah hilang dari ingatan saya, dan akan menjadi sejarah penting dalam perjalanan hidup saya. Kejadian penting itu adalah kembalinya saya ke dunia dimana saya 'lahir' dan 'dibesarkan'. Ya, tanggal 9 september 2009 yang lalu saya kembali menekuni kembali profesi sebagai penyiar radio setelah hampir 2 tahun saya tinggalkan, karena saat itu saya ingin fokus untuk mengembangkan usaha saya. Berbeda dengan alasan saya sebelumnya, dimana aktifitas saya di dunia siaran adalah sarana untuk mengembangkan diri dan jaringan. Kali ini fokus utama saya adalah untuk mencari uang guna menutupi kebutuhan keluarga. Bekerja, itulah sebutan yang biasa kita gunakan.
Bukan merupakan hal yang mudah bagi saya untuk kembali ke dunia siaran untuk bekerja, karena faktanya penghasilan sebagai penyiar di kalimantan sangat jauh berbeda dengan penyiar di pulau jawa, khususnya jakarta. Tapi itulah satu2nya keahlian yang saya kuasai selain menjadi Master of Ceremony (MC). Jujur saja, ini hanya menjadi sambilan sambil saya terus berupaya mencari pekerjaan yang mampu memberikan bayaran lebih. Matre? bukan. Hanya melihat kebutuhan yang sekarang ada dan menuntut untuk dicukupi.
Sejak produksi Selimut Jepang terhenti beberapa waktu lalu, saya sudah berusaha untuk mencari produk pengganti yang saya harapkan mampu booming seperti Selimut Jepang. Namun hingga saat ini, saya belum menemukan produk penggantinya. Yang menjadi masalah adalah, sekitar sebulan sebelum pabrik stop produksi, pinjaman yang saya ajukan disetujui oleh bank. Hal ini tentu saja menimbulkan kewajiban yang harus saya selesaikan setiap bulannya, plus modal saya mengendap di beberapa produk yang ternyata hampir tidak berputar. Buntutnya saya kehabisan modal usaha yang secara perlahan digunakan untuk menutupi cicilan bulanan ke bank.
Alhamdulillah, dalam kondisi seperti itu beberapa teman membantu dengan meminjamkan barang untuk dijual, dan dibayar jika barang telah laku. Menyesal sekali, amanah itu tidak semuanya bisa saya jalankan dengan baik. Hingga waktu yang saya janjikan, ternyata tidak semua barang laku terjual. Tetapi dengan bekal kejujuran saya dan kepercayaan mereka, saya masih mendapat kepercayaan untuk bisa menunda waktu pelunasan barang yang memang belum semuanya laku terjual. Meski semua itu mejadi beban yang tidak mudah untuk saya terima.
Bisnis yang tersendat, cicilan pinjaman yang harus dibayar setiap bulan, serta berbagai kebutuhan keluarga lainnya tersebut akhirnya membulatkan tekad saya untuk mencari pekerjaan. Sebagai suami dan kepala keluarga saya harus bertanggung jawab untuk memenuhi semua kebutuhan itu, dan cara satu2nya yang cepat dan mudah adalah bekerja. Itulah yang muncul dalam pikiran saya.
Setidaknya itu yang akan saya lakukan, sambil terus mencari produk2 lain yang bisa menjadi modal utama usaha saya selanjutnya, sampai saatnya tiba dimana saya kembali fokus sebagai entrepreneur.
Kekuatan terbesar saya datang dari istri saya yang tetap sabar, setia, dan ikhlas mendampingi. Beruntung saya memiliki istri yang bisa diajak sharing dan berbagi, meski kadang terdapat perbedaan pendapat. Meski banyak memberi masukan, ia tetap menyerahkan keputusan akhir pada saya sebagai suami. Sebuah tugas dan tanggung jawab yang tidak mudah bukan? itulah akhirnya yang membuat mundur dan mengambil jalan lain untuk mencapai tujuan kami. Bukan masalah menang ato kalah, menyerah ato terus berjuang, hanya melakukan yang terbaik.
Salam hormat saya untuk teman2 yang mampu terus bertahan, meski dalam kondisi yang sangat tidak nyaman, bahkan hingga ditinggal istri dan anak hanya untuk mempertahankan keinginan sebagai 'orang bebas'. Saya hanya memilih yang paling penting dalam hidup saya, istri dan keluarga. Kalaupun saya punya impian, itu adalah karena saya ingin lewat impian saya itu saya bisa memberi yang terbaik untuk istri dan keluarga saya. Saya tidak membuang impian saya, hanya menunda untuk sementara. Jika istri dan keluarga sudah memberikan hidup mereka untuk kita, tidak ada balasan terbaik buat mereka bukan, kecuali menyerahkan diri dan hidup kita juga untuk mereka.
Bagi saya, inilah yang terbaik yang bisa saya lakukan untuk istri dan keluarga saya saat ini. Meski menurut beberapa teman, ada cara lain yang menurut mereka bisa dilakukan. Kemampuan dan sudut pandang setiap orang bisa sangat berbeda, terutama dalam menghadapi setiap masalah. Apapun pendapat anda, saya sangat menghargainya. Saya hanya tidak mau bersembunyi dibalik impian2 saya, dengan harus mengorbankan mereka.
Rangkaian kejadian ini memberikan banyak hikmah bagi saya, yang tak akan ternilai dan tidak akan saya tukar dengan apapun. Selain pelajaran penting dalan hal usaha, saya juga menemukan hal lainnya.
Pertama, saya semakin menghargai keputusan teman2 saya yang memilih tetap bekerja daripada menjadi pengusaha, karena memang ternyata tidak mudah dan butuh 'kekuatan lebih'.
Kedua, saya semakin menghargai rekan2 entrepreneur senior yang pasti sangat luar biasa karena bisa terus bergerak dan melewati semua yang akhirnya juga saya rasakan, untuk kemudian menjadi besar dan terbaik dibidangnya.
Ketiga, saya kembali siaran di radio. Saya kembali berkesempatan untuk berbagi semangat dan inspirasi bagi para pendengar, setiap hari. Tidak harus menunggu 1 minggu sekali seperti para 'pembicara' lain, atau menunggu undangan untuk tampil.
Yang terpenting adalah, saya tahu apa yang terpenting dalam hidup saya, istri dan keluarga. Untuk merekalah seharusnya impian2 kita.
Teteup Semangat !!!
Untuk istriku Evi Ekawati dan seluruh keluarga besarku.
salam hormat dan cintaku,
Ryan 'Master Insight'
Bukan merupakan hal yang mudah bagi saya untuk kembali ke dunia siaran untuk bekerja, karena faktanya penghasilan sebagai penyiar di kalimantan sangat jauh berbeda dengan penyiar di pulau jawa, khususnya jakarta. Tapi itulah satu2nya keahlian yang saya kuasai selain menjadi Master of Ceremony (MC). Jujur saja, ini hanya menjadi sambilan sambil saya terus berupaya mencari pekerjaan yang mampu memberikan bayaran lebih. Matre? bukan. Hanya melihat kebutuhan yang sekarang ada dan menuntut untuk dicukupi.
Sejak produksi Selimut Jepang terhenti beberapa waktu lalu, saya sudah berusaha untuk mencari produk pengganti yang saya harapkan mampu booming seperti Selimut Jepang. Namun hingga saat ini, saya belum menemukan produk penggantinya. Yang menjadi masalah adalah, sekitar sebulan sebelum pabrik stop produksi, pinjaman yang saya ajukan disetujui oleh bank. Hal ini tentu saja menimbulkan kewajiban yang harus saya selesaikan setiap bulannya, plus modal saya mengendap di beberapa produk yang ternyata hampir tidak berputar. Buntutnya saya kehabisan modal usaha yang secara perlahan digunakan untuk menutupi cicilan bulanan ke bank.
Alhamdulillah, dalam kondisi seperti itu beberapa teman membantu dengan meminjamkan barang untuk dijual, dan dibayar jika barang telah laku. Menyesal sekali, amanah itu tidak semuanya bisa saya jalankan dengan baik. Hingga waktu yang saya janjikan, ternyata tidak semua barang laku terjual. Tetapi dengan bekal kejujuran saya dan kepercayaan mereka, saya masih mendapat kepercayaan untuk bisa menunda waktu pelunasan barang yang memang belum semuanya laku terjual. Meski semua itu mejadi beban yang tidak mudah untuk saya terima.
Bisnis yang tersendat, cicilan pinjaman yang harus dibayar setiap bulan, serta berbagai kebutuhan keluarga lainnya tersebut akhirnya membulatkan tekad saya untuk mencari pekerjaan. Sebagai suami dan kepala keluarga saya harus bertanggung jawab untuk memenuhi semua kebutuhan itu, dan cara satu2nya yang cepat dan mudah adalah bekerja. Itulah yang muncul dalam pikiran saya.
Setidaknya itu yang akan saya lakukan, sambil terus mencari produk2 lain yang bisa menjadi modal utama usaha saya selanjutnya, sampai saatnya tiba dimana saya kembali fokus sebagai entrepreneur.
Kekuatan terbesar saya datang dari istri saya yang tetap sabar, setia, dan ikhlas mendampingi. Beruntung saya memiliki istri yang bisa diajak sharing dan berbagi, meski kadang terdapat perbedaan pendapat. Meski banyak memberi masukan, ia tetap menyerahkan keputusan akhir pada saya sebagai suami. Sebuah tugas dan tanggung jawab yang tidak mudah bukan? itulah akhirnya yang membuat mundur dan mengambil jalan lain untuk mencapai tujuan kami. Bukan masalah menang ato kalah, menyerah ato terus berjuang, hanya melakukan yang terbaik.
Salam hormat saya untuk teman2 yang mampu terus bertahan, meski dalam kondisi yang sangat tidak nyaman, bahkan hingga ditinggal istri dan anak hanya untuk mempertahankan keinginan sebagai 'orang bebas'. Saya hanya memilih yang paling penting dalam hidup saya, istri dan keluarga. Kalaupun saya punya impian, itu adalah karena saya ingin lewat impian saya itu saya bisa memberi yang terbaik untuk istri dan keluarga saya. Saya tidak membuang impian saya, hanya menunda untuk sementara. Jika istri dan keluarga sudah memberikan hidup mereka untuk kita, tidak ada balasan terbaik buat mereka bukan, kecuali menyerahkan diri dan hidup kita juga untuk mereka.
Bagi saya, inilah yang terbaik yang bisa saya lakukan untuk istri dan keluarga saya saat ini. Meski menurut beberapa teman, ada cara lain yang menurut mereka bisa dilakukan. Kemampuan dan sudut pandang setiap orang bisa sangat berbeda, terutama dalam menghadapi setiap masalah. Apapun pendapat anda, saya sangat menghargainya. Saya hanya tidak mau bersembunyi dibalik impian2 saya, dengan harus mengorbankan mereka.
Rangkaian kejadian ini memberikan banyak hikmah bagi saya, yang tak akan ternilai dan tidak akan saya tukar dengan apapun. Selain pelajaran penting dalan hal usaha, saya juga menemukan hal lainnya.
Pertama, saya semakin menghargai keputusan teman2 saya yang memilih tetap bekerja daripada menjadi pengusaha, karena memang ternyata tidak mudah dan butuh 'kekuatan lebih'.
Kedua, saya semakin menghargai rekan2 entrepreneur senior yang pasti sangat luar biasa karena bisa terus bergerak dan melewati semua yang akhirnya juga saya rasakan, untuk kemudian menjadi besar dan terbaik dibidangnya.
Ketiga, saya kembali siaran di radio. Saya kembali berkesempatan untuk berbagi semangat dan inspirasi bagi para pendengar, setiap hari. Tidak harus menunggu 1 minggu sekali seperti para 'pembicara' lain, atau menunggu undangan untuk tampil.
Yang terpenting adalah, saya tahu apa yang terpenting dalam hidup saya, istri dan keluarga. Untuk merekalah seharusnya impian2 kita.
Teteup Semangat !!!
Untuk istriku Evi Ekawati dan seluruh keluarga besarku.
salam hormat dan cintaku,
Ryan 'Master Insight'
12 oktober 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar