Selamat datang.
Blog ini saya buat sebagai bentuk keyakinan saya bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi manfa'at bagi orang lain, bisa jadi melalui berbagai pengalaman pribadi yang semoga bisa menjadi pelajaran bagi orang lain. Perbedaan sudut pandang seharusnya membuat kita menjadi semakin kaya dan semakin dewasa dalam menentukan sikap terhadap sebuah pilihan.
Terimalah blog yang sederhana ini dengan keterbukaan pikiran agar menjadi manfa'at jika itu baik, dan jika tidak baik maka abaikanlah.

Teteup Semangat !!!

Minggu, 09 Oktober 2011

Antara impian dan Keluarga.



"Saya harus membalasnya mas" katanya tegas.
"Jika saya tidak mampu menjatuhkannya dengan cara berhadapan, maka saya akan melakukannya dengan cara kasat mata dan dari belakang".
Tidak ada keraguan sedikitpun yang muncul dari suaranya. Bahkan sorot matanya masih menyisakan sesuatu yang membuat saya susah untuk menduganya.
Saya biarkan ia mengambil nafas panjang, kemudian menghembuskannya secara perlahan.
"Itu dulu mas. Sekarang saya pikir itu tidak ada artinya lagi. Bahkan mungkin saya seharusnya bersyukur dan berterimakasih padanya. Jika bukan karena dia, saya tidak akan dipenjara, dan tidak akan menjadi seperti sekarang ini.

Dipenjara?!
Ya, dipenjara. Saya juga sangat terkejut mendengar ceritanya. Sesuatu yang sungguh tidak pernah saya bayangkan sebelumya akan menimpa sahabat saya yang meski terkenal keras, dia juga adalah sosok yang amanah dan jujur. Apalagi kemudian ketika ia bercerita bahwa semua itu karena dugaan penggelapan yang dilakukannya.

Meski lama tidak berjumpa, saya masih sangat akrab dengan sosok sahabat saya yang satu ini. Selain karena pernah bersama-sama mendirikan sebuah perusahaan (yang tidak berjalan dengan baik), kami dulu punya impian yang sama. Kami punya impian2 besar yang jika saat itu kami sampaikan pada orang lain, mereka akan menganggap kami gila. Kami pernah punya mimpi untuk memiliki sebuah usaha berupa cafe lesehan, lengkap dengan wifi dan live band. Padahal saat itu kami tidak memiliki apapun sebagai modal. Dan impian terbesar kami, ingin punya banyak uang dan punya banyak waktu untuk jalan2 tanpa harus bekerja.

Waktu tidak banyak merubahnya. Dia tetaplah sosok yang penuh semangat, optimis, dan selalu berapi-api. Dan dia jelas mengingatkanku akan sosok Arai, Sang pemimpi. Terakhir yang aku tahu, ia memutuskan untuk menutup usahanya dan bekerja pada sebuah kantor pengadilan tinggi. Kabar terbarunya adalah dia mencoba maju sebagai caleg dalam pileg beberapa waktu lalu. Bukannya terpilih, ia justru harus mendekam dalam bui.

Ceritanya cukup panjang. Singkatnya, karena ia ngotot dan keras kepala mempertahankan kebenaran, ia akhirnya dijebloskan ke penjara. Saya masih terngiang dengan jelas ucapannya, "Saya sendiri siap mas kalo harus dipenjara sekalipun. Tapi saya lupa, saya punya keluarga yang tidak siap jika saya dipenjara". Kesadaran itulah yang kemudian membuatnya mema'aflan orang yang telah menfitnah dirinya hingga harus mendekam di hotel prodeo. Kesadaran itu jugalah yang membuatnya tidak melakukan tuntutan balik. Ia sudah cukup merasa puas dengan keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa ia bebas murni.
"Saya tidak ingin membuat keluarga saya lebih menderita, sungguh tidak adil rasanya", begitu tuturnya lembut.

Kalimat ini sontak menyadarkan saya.
Berapa banyak diantara kita yang melakukan hal-hal untuk kepentingan kita sendiri dengan mengatas namakan 'demi kepentingan keluarga'? Seberapa sering kita mengambil keputusan sendiri, padahal akibatnya juga akan ditanggung oleh keluarga? Seberapa penting keluarga bagi kita?

Bukan hal yang mudah menjawab pertanyaan tersebut dalam tindakan dan perilaku sehari-hari. Apalagi jika komunikasi menjadi barang yang mahal dalam sebuah keluarga, dan kebersamaan adalah sesuatu yang sangat langka tercipta. Padahal sudah bukan merupakan rahasia, keluarga memberi andil sangat besar dalam kesuksesan anda sebagai apapun. Beruntung dan bersyukurlah jika keluarga mendukung sepenuhnya apa yang anda lakukan.
Sebagai pribadi, anda punya hak untuk melakukan apapun yang anda ingin lakukan. Namun sebagai anggota keluarga, anda juga punya kewajiban yang harus anda penuhi terhadap keluarga.

Salah seorang sahabat saya yang sudah anggap seperti layaknya seorang kakak, adalah sosok seniman sejati yang idealis. Semasa muda dan masih sendiri, ia mencurahkan seluruh hidupnya hanya untuk berkesenian. Ia seakan tidak pernah peduli dengan masa depan kehidupannya, apalagi untuk bekerja. Baginya, kesenian itulah hidupnya. Ia aktif dalam kelompok teater, membuat puisi, patung, belajar melukis, dan seabreg kegiatan seni lainnya. Namun ketika beberapa waktu kemudian saya bertemu dengannya, ada peubahan yang begitu luar biasa. Ia memang tetap berkesenian, tetap menulis puisi, dan menciptakan komposisi2 musik etnik bersama dengan kelompoknya, namun ia juga sekarang kemudian bekerja. Bekerja?! Saya sendiri hampir tidak percaya ketika mendengarnya.
Tapi begitulah.... ia menyadari betul bahwa kehidupannya saat ini bukan hanya untuk dan tentang dirinya. Kehidupannya kini juga adalah tentang keluarga dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga.

Ketika saya memutuskan untuk berangkat mengikuti Training For Trainer 1 bersama Jamil Azzaini di Yogyakarta, saya juga harus meminta persetujuan dari istri. Selain karena saya akan pergi cukup jauh dalam jangka waktu yang (menurut saya) cukup lama, ini juga berkaitan erat dengan kondisi keuangan yang saat itu memang tidak stabil. Setidaknya kami tahu konsekwensi dari pilihan yang saya ambil tersebut, dan tentu saja siap untuk menghadapinya. Dalam banyak kesempatan, sebenarnya ada banyak situasi yang mengharuskan kita sebaiknya berdiskusi dengan keluarga untuk sebuah keputusan. Apalagi jika keputusan tersebut akan membawa dampak dan pengaruh bagi kehidupan keluarga. Meski keputusan akhir akan kembali pada anda, setidaknya keluarga anda tahu konsekwensi dari keputusan yang anda ambil.

Jika anda belum menikah, anda punya kesempatan luas untuk mengejar impian2 anda. Namun setelah anda menikah, jangan lupa dengan kewajiban dan impian2 keluarga anda.
Saya tidak meminta anda membuang impian2 anda, tapi jadikan impian anda tersebut menjadi impian keluarga anda. Sehingga anda tidak berjuang sendiri, namun di dukung penuh oleh keluarga anda.
Bagaimana jika impian2 anda tidak mungkin disatukan dengan impian2 keluarga anda. Tentukan sikap dan prioritas anda, apakah keluarga ato impian2 anda. Sekedar anda tahu saja, banyak sahabat saya yang mampu merengkuh keduanya, dengan bekal komunikasi yang dan pengertian yang baik sesama anggota keluarganya.

Jadi, benarkah yang anda lakukan saat ini adalah demi keluarga?

Salam SuksesMulia,
Teteup Semangat !!!

Ryan 'Master Insight'
16 januari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar